Rabu, 14 April 2010

Sejarah Kota Parakan

Berdasarkan catatan sejarah Nugroho Notosusanto, daerah Parakan ini adalah merupakan sima atau semacam tanah hibah pada masa Mataram Kuno. Beberapa peninggalan berupa prasasti dan candi bisa ditemui di sekitar wilayah Parakan, di antaranya Candi Gondosuli yang berada di sebelah tenggara Parakan.

Pada zaman penjajahan dulu daerah ini terkenal dengan senjata bambu runcing. Di mana para pejuang rakyat saat itu menggunakan bambu runcing. Bambu runcing adalah sebuah tongkat dari bambu berwarna kuning yang bagian ujungnya dibuat runcing, dibuat sebagai senjata yang sederhana namun ampuh setelah diberi doa oleh para kyai untuk melawan penjajahan Jepang sebelum kemerdekaan RI di daerah Kabupaten Temanggung (Jawa Tengah) dan penjajahan Belanda setelah Kemerdekaan (1945 - 1948) di daerah Ambarawa dan wilayah lainnya. Salah satu tokoh penggerak para pejuang pada masa itu adalah KH Subchi (nama aslinya ‘Subuki’) yang dijuluki ‘Jenderal Bambu Runcing’ (sekarang namanya diabadikan menjadi nama sebuah jalan di kampung kauman Parakan), sedangkan tokoh-tokoh yang lain diantaranya Sahid Baidzowi, Ahmad Suwardi, Sumo Gunardo, Kyai Ali, H. Abdurrahman, Istachori Syam'ani Al-Khafidz dan masih banyak lagi yang lain. Parakan juga merupakan tempat lahir tokoh perjuangan nasional Mohamad Roem, yang terkenal sebagai delegasi Indonesia dalam perundingan diplomasi Roem-Roijen.

Dikatakan parakan karena bersemayam kyai yang disebut parak atau perek (kyai parak)kyai parak pertama berasal dari yaman dan yang kedua dari pelarian mataran ketika amangkuratII memerintah dan dalam struktur pemerintahan zaman belanda tidak pernah tercantum kelurahan parakan melankan jetis ,klewogan dan sebagainya namun dalam susunan berikutnya menjadi daerah kawedanan masih banyak yang harus diungkap tentang parakan termasuk perhatian pemerintah hindia belanda dengan parakan karena banyak pelarian tentara diponegoro yang mengungsi di parakan sehingga belanda sengaja menjadikan parakan sebagai pusat candu agar generasi mudanya rusak dan sulit untuk bergolak menentang belanda. Parakan pernah menjadi pusat pemerintahan kabupaten menoreh dengan bupati terakhir krt sumodilogo yang membuat heboh dan meninggal dibunuh oleh tentara diponegaro dimakamkan dikalam jolopo krasak sedang kepalanya di selarong yogyakarta. Dulu parakan memang sebagai kota sorga bagi orang yang berduti ada candu wts dll pemerintah belanda menginginkan kota parakan sebagai tujuan orang untuk berfoya-foya sehingga banyak bursa candu bahkan seperti bah moho yang tinggal di wilayah kauman parakan . Menurut catatan ada beberapa ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bermukim di Temanggung al.Kyai Shuhada dimakamkan di Bayurip Pasuruan Bulu,beliau ayah KH Mansur Banyurip dan kakek dari KH Zaenuddin(alm) mantan kepala desa Banyurip.

3 komentar:

  1. mengingat jasa-jasanya yang tidak bisa dibilang kecil,mbah KH.Subuki layak diusulkan menjadi Pahlawan Nasional,

    BalasHapus
  2. mengingat jasa-jasanya yang tidak bisa dibilang kecil,mbah KH.Subuki layak dapat julukan Pahlawan Nasional,

    BalasHapus
  3. Parakan Kota sejarah yang terlupakan, Indonesia tidak akan ada bila ribuan pejuang dari seluruh jawa bergerak meunuju parakan memenuhi panggilan Pak Dirman dan Soekarno untuk berbaiat Siap sedia mengorbankan jiwa dan raga demi kemerdekaan bangsa dan negara tanpa pamrih..".

    BalasHapus